Asa Hilang Mimpi yang Terbuang 24
TANGIS MENGIRINGI PERJALANAN SANG GURU
Siang itu matahari sudah mulai meninggi, para santri mulai bergegas hendak menunaikan sholat jum’at di masjid, jum’at ini merupakan jum’atan terakhir menjelang masa libur panjang. Dimana santri setelah melaksanakan ujian akhir kenaikan kelas dan kelulusan bagi santri yang berada dikelas akhir.
Suara lantunan ayat-ayat suci al-qu’an terasa menggema didalam masjid tuk menjemput waktu jum’at yang sebentar lagi tiba, ketika semua santri telah berada didalam masjid dan azan pun hendak dikumandangkan, tiba-tiba salah seorang ustadz berdiri disamping mimbar masjid dengan wajah yang pucat dan nampak begitu sedih, ustadz shodiq’ shihab nama beliau, ..” Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh..”,… ” …waalaikum salam…..” jawab santri yang sudah memenuhi hampir setiap sujud masjid, santri sekalian…..anak-anak didik al-ustadz Husin Al habsyi yang dirahmati Allah ….ucap beliau sambil terbata-bata dengan air mata yang mulai menetes, semua akan kembali pada Allah dan tidak ada yang tahu kapan waktu itu akan datang, lanjutnya…hari ini kita semua telah menjadi yatim….., ” ucapnya sambil mencucurkan air mata, semua santri bertanya-tanya ada gerangan serta siapa yang telah berpulang keharibaan Allah dari keluarga besar Al-Ma’hadu Islami( YAPI), guru kita Pembina kita sekalian Al habib Al Ustadz Husin Al habsyi telah berpulang kerohmatullah bebrapa menit yang lalu, setelah selesai menunaikan sholat jum’at, kita semua nanti kerumah beliau di Bangil, terang ustadz Shodiq Shihab. Seketika itu juga suasana masjid pecah oleh suara tangis yang terasa begitu memilukan, nampak wajah-wajah yang tak percaya akan kepergian orang yang begitu mereka hormati laksana orang tua mereka sendiri kini ternyata harus meninggalkan mereka untuk selamanya. Para santri takkan lagi mendengar nasehatnya serta ketegasan dan ketegaran beliau dalam menghadapi berbagai macam cacian serta fitnahan yang tak jarang membuat beliau bersedih, namun itu semua beliau anggap sebagai amunisi baru baginya untuk meneruskan da’wah yang telah digariskan oleh nabi besar Muhammads saw. Amin masih serasa mimpi mendengar uacapan Ustadz Shodiq shihab tadi, tapi itulah kenyatan yang harus diterima. Padahal sebelumnya telah diberitahukan kalau ustadz Husin akan sholat jum’at bersama mereka, setelah beberapa hari sebelumnya tiba dari da’wahnya di Malaysia.
Dimasa akhir hayat al Habib Husin banyak sekali mencurahkan da’wahnya ke Indonesia bagian timur. Diantaranya mengirim santri ke Ambon, dan membuka cabang pesantrem YAPI di kota Sorong Papua Barat dahulu lebih dikenal dengan sebutan Irian Jaya. Sebagaimana janji beliau bahwa pada seluruh sisa hidupnya akan dicurahkan untuk berda’wah sehngga beliau akan sangat bahagia bila mendengar anak didiknya -alumni dari pesantren YAPI- berda’wah atau mengajar karena memang besar sekali tekad beliau agar islam mewarnai bumi pertiwi. Amin pernah mendengar nasehat beliau pada salah satu Tau’iyah pagi beliau,…” Kalian seharusnya malu pada para wali songo dan ulama’ penerus mereka ….., meraka bisa mengislamkan bangsa Indonesia mencapai sembilan puluh persen yang hanya diawali oleh sembilan orang ‘alim yang lebih terkenal dengan sebutan wali songo.!..,.
Dengan kondisi fisik dan kesehatan yang sudah tidak muda dan sehat lagi beliau masih sanggup meneampuh perjalanan Surabaya Ambon denga kapal laut untuk mengantar santrinya berda’wah dan mengajar kemudian diteruskan ke Sorong Papua Barat, Memasuki pedalaman dipulau Ambon dengan kendaraan yang sederhana, melalui bukit dan jalan berkelok disisi pantai dari kota Ambon menuju desa Hila di jalani beliau dengan senang hati serta hati yang lapang dengan zikir dan tahmid selalu terucap dari hati serta mulut beliau.
Jauhnya Pulau Bacan di Maluku Utara pun dikunjungi beliau karena beliau mendengar bahwa disana memerlukan seorang guru yang bisa meneruskan syiar islam untuk mencerahkan agama yang memang sudah begitu kuat dianut masyaratkat Bacan yang memeng religius. Sunguh suri tauladan yang teramat tinggi untuk orang semulya dan “sekalbier” beliau yang begitu dihormati dan disegani oleh ‘ulama dan cerdik pandai didalam maupun luar negri. Di Malaysia beliau begitu harum namanya sehingga beliau sering bolak-balik Jakarta – Malaysia diujung masa perjuangan da’wah beliau.
Setelah selesai sholat jum’at para santri berdudyun-duyun menuju kediaman pribadi al-ustadz Husin bin Abu Baker Al-habsyi di kota Bangil, dengan berbagai macam cara para santri menuju kesana, ada yang berjalan kaki ada pula yang menggunakan angkot yang memang biasa melewati rute Pandaan-Bangil.
bersambung….

