Asa Hilang Mimpi yang Terbuang 23
Sambil menuruni bukit kecil tempat mereka mendirikan tenda , Amin, Zein dan Husnun berbincang-bincang sambil bercanda ringan, ” Nun kalau Gresik itu dinginnya kayak disini? Mungkin ente nggak Wiereng ( hitam) begitu ya?” Canda Zein pada Husnun, Amin hanya tersenyum mendengar canda sahabatnya itu.
” Waa…lah kayak ente putih aja Zein?” balas Husnun, yang disambut dengan tawa oleh temannya itu. Dari kejauhan mulai telihat perkebunan yang terhampar luas berbaris menuruni bukit, begitu rapi tersusun, nampak berbagai macam sayur ditanam para petani, sayur kol yang ditutupi klopaknya yang nampak hijau semi keabu-abuan, buah paprika yang berwarna merah tajam, terong ungu yang lumayan panjang menjuntai nyaris menyentuh tanah, belum lagi pohon kentang dan ubi yang merambat namapak hijau dan asri, para petani nampaknya sudah mulai menanam sayuran dengan teknik yang cukup modern, telihat dari plastik tipis yang menutupi permukaan tanah yang berpungsi untuk menghambat laju pertumbuhan rumput yang bisa mengganggu perkembangan tanaman sayuran, sementara dipematang terlihat tumpukan pupuk organic yang terbuat dari kotoran hewan tersusun rapi, timun yang disangga oleh bambu-bambu kecil terlihat segar dengan buahnya yang begitu banyak bergelantungan. ” Subhanallah ” ucap Amin memecah kesunyian perjalanan mereka bertiga. “Allah begitu agung dan kaya serta sangat pemurah”, sambung Amin .”Kenapa Min?” Tanya Zein, ” Ya…saya tidak berburuk sangka..?, tapi belum tentu pak tani pemilik lahan ini orang yang taat beragama atau soleh, tapi Allah memberikan limpahan rezeki yang begitu melimpah dengan bumi yang begitu subur dan asri ini”, ” Iya…memang luar biasa tanah disini begitu subur, begitu berbeda dengan ditempat saya di Gersik, daerahnya panas penuh dengan debu, tapi kalau musim hujan selalu banjir?” Keluh Husnun, ” Disitulah letak keadilan Allah Nun, tempat ente gersang dan panas tapi kan dialiri oleh kali Bungawan Solo?. Sehingga banyak tambak udang, bandeng dan hasil alam lainnya, seperti batu kapur yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk untuk membangun rumah.” Terang Amin. ” Iya nun kita harus bersyukur karena setiap tempat pasti ada kelebihan masing-masing yang dengan itu masyarakat bisa mengambil manfaat dari alam yang merupakan rahmat dan karunia dari Allah swt.” Tambah Zein. ” lho ente sekarang sudah jadi pak kiyai, setelah melihat pemandangan alam yang luar biasa indahnya ini.” Ujar Husnun sambil bergurau pada sahabatnya itu.
Yang jelas Allah telah memberikan semua kebutuhan makhluknya dimuka bumi mulai dari kita sebagai manusia yang disebut sebagai makhluk yang paling mulia karena memiliki kelebihan akal yang sangat berguna untuk membimbing kita dalam mengarungi kehidupan didunia ini, hewan juga diberi oleh Allah kecukupan hidup dimuka bumi dengan ketersediaan bahan makanan mulai dari rerumputan atau bahkan hewan kecil yang dimakan oleh hewan yang lebih besar demi terciptanya keseimbangan ekosistem di alam, tapi banyak dari kita yang tidak bersyukur bahkan merusak apa yang telah disediakan Allah untuk kita dan generasi kita selanjutnya dari umat manusia.:
Telah namapak kerusakan dimuka bumi dan di laut (((dilengkapi ayatnya)))
“Iya..ya..” ujar Zein dan Husnun hampir bersamaan setelah mendengar penjelasan dari Amin. “Memang kita manusia selalu merasa kurang dan tak kan pernah puas sampai ajal menjemput, maka bersyukurlah kita dengan apa yang telah kita miliki sekarang karena rasa syukur itu akan menambah rezeki dan kebahagian buat kita, Karena yang namanya urusan duniawi tak kan pernah berhenti, karena ia selalu diikuti oleh hawa nafsu jahat yang cendrung membuat kita lalai, dan lupa pada tugas utama kita yaitu menyembah Allah, karena sesungguhnya dunia ini kan hanya persinggahan yang tidak kekal, sementara yang kekal adalah akhirat kelak, siapa yang mengejar sesuatu yang sifatnya sementara maka ia akan menyesal kelak diakhirat dan tidak ada pertolongan diakhirat selain amal kita sendiri”. Tambah Amin.
“Betul..Min..”, ucap Zein, sebenarnya dari hal yang terkadang kita anggap selama ini sederhana padahal hakekatnya begitu besar, kalau kita kembali lihat apa yang tumbuh dari tanah yang ada dihadapan kita ini !, terkadang kita hanya menganggap ini adalah kejadian alam yang memang seperti biasa dan umum terjadi, padahal kalu kita kembali pada nilai-nilai tauhid ternyata begitu besar dan agungnya pencipta rumput yang kita anggap tumbuhan serderhana yang tak jarang selalu kita injak dan kita berikan pada hewan sebagai makanannya. Memang banyak dari kita manusia selalu meremehkan karena kadar ketaatan kita pada Allah yang selalu berubah-ubah dan tak jarang kembang kempis”. Waaah…ente sekarang kayak Ustadz Muhamamd bin Ali kalau lagi nerangin hadits dikelas Zein”. Canda Husnun yang dari tadi hanya menjadi pendengar setia dari apa yang diucapkan oleh Amin dan Zein. Mendengar guyon yang dilontarkan Husnun menanggapi ucapan Zein membuat Amin tertawa.
“Sudah jam tiga lewat…ayo kita kembali ketenda” ajak Amin, mereka bertiga pun bangun dari duduk mereka. Sambil memndang alam yang begitu indah Amin berujar ” kalau satu waktu saya memiliki rezeki, saya ingin beli tanah dikampung dan menjadi petani seperti pak tani yang sedang memanen sayuran itu”, “iya…, enak hidup didesa tidak dipusingkan dengan kegaduhan kota yang terkadang membuat kita tua sebelum waktunya”, Tambah Husnun.
Setelah selesai membongkar tenda dan membenahi semua barang yang mereka pergunakan selama berkemah, mereka pun mulai menaiki mobil untuk kembali kepesantren untuk memulai kesibukan sebagaimana mestinya sebagai seorang pelajar yang bertugas menuntut ilmu.
Bersambung….

