Fashion

ASA HILANG MIMPI TERBUANG 8……

Riuh rendah suara siswa menghapal mata pelajaran baik hadits  maupun lantunan huruf hijaiyah dan lafadz-lafadz dari ayat suci Al-qur’an. Tiba-tiba muncul salah seorang guru dengan pakaian serba putih lengkap dengan kopiyah putih yang dikenakan sambil mengucapakan salam Ia menanyakan surat pendapaftaran yang sudah kami persiapkan, “Maaf pak ini rekomendasi dari Ust. Mutho’i ya…? Ujar lelaki separuh baya tersebut…,dengan lembut bang bahrun menjawab “..Ia..” pak ustadz.. “Tunggu sebentar pak ya..” karena ust. Mutho’i sedang mengajar dikelas sebentar lagi jam istirahat, nanti kami panggilkan beliau imbuhnya.

Disaat kami duduk diruang tata usaha tiba-tiba melintas mobil kijang pik up berwarna biru muda yang sudah mulai pudar warnanaya  nampak didalamya seorang lelaki yang berjubah putith dengan kumis dan berewok yang memenuhi dagu dan sebahagian wajahnya, terpancar aura yang teramat bening dan teduh diwajahnya tak nampak kalau beliau sudah menginjak umur tujuh puluh tahun, sorban putih yang melilit dikepalanya menambah wibawanya, saat beliau memasuki ruang tata usaha semua yang berada diruangan berdiri termasuk Amin dan bang Bahrun semua menjabat tangannya dan menciumnya tapi pada saat Amin dan bang Bahrun mencoba untuk mencium tangannya tiba-tiba tangannya ditarik seakan-akan tidak diizinkannya untuk dicium, Amin bertanya-tanya kenapa tangannya ditarik…? baru pertama kali ia  mengalami hal yang seperti itu…..” ustadz ini calon murid dari lampung yang dibawa oleh ustadz Mutho’i…” dengan mengarahkan pandangannya beliau menatap tajam kearah Amin, dengan perasaan takut dan segan Amin berusaha menatap wajahnya namun ia tak berani,,, “sudah dites…?” tanyanya lembut….”belum ustadz sekarang sedang diurus surat-suratnya…”, “baik secepatnya dites.,…supaya tidak tertinggal pelajaran.” Perlahan dan lembut suaranya namun menggetarkan jiwa Amin yang belum pernah berhadapan dengan orang seperti itu. Setelah beliau keluar ruangan untuk memeriksa lingkungan asrama dan sekolah, “beliau adalah Pembina disini Usatadz Husin bin Abu Bakar Al-Habsyi namanya..” terang tata usaha  yang sejak tadi melayani kami dalam mengurus administrasi sebagai siswa baru.

Kring…kring…kring…terdengar suara bel berbunyi tanda jam istirahat tiba tak lama kemudian muncul seorang dengan jubah putih berperawakan kekar namun tak terlalu tinggi menghampiri kami, “kapan sampai bang…” tananya? “kemarin ” jawab abang Bahrun, “saya Mutho’i anaknya Kiyai Jambra dari Kaliawie..” Ooo..iya saya Bahrun anaknya Haji Mukhtar Daud dan Ini Amin adik sepupu saya, sambil menjabat tangan  sosok orang yang berada dihadapanaya Amin tersenyum, “mari kita kekamar saya diruang asrama” ajaknya. Sambil membawa tas berisi pakaian mereka bertiga berjalan menuju kearah asrama, banyak sekali siswa berlalu lalang sambil bermain dan tak jarang mengarahkan pandangan mereka kearah kami dengan sedikit terheran, pakain siswa ditempat ini adalah jubah putih dengan kopiyah putih dan tak satupun dari siswa yang ada menggunakan sepatu, mereka pada umumnya mnemakai sandal. Amin bertanya dalam hati “sekolah kok tidak memakai sepatu?…..seperti umumnya sekolah diluaran. Sesampai didalam kamar ust.Mutho’i dan bang Bahrun sedikit bercerita tentang perjalana dari lampung hingga sampai ke Bangil. Ust.Mutho.i menjelaskan sedikit peraturan di asrama atau disekolah bahwa yang pertama tidak deperbolehkan merokok tidak boleh keluar area asrama tanpa izin yang mendesak dan hanya boleh keluar pada hari jum’at dimulai dari jam enam pagi sampai jam sepuluh, mendengar itu Amin kaget bagaimana hidup didalam yang ternyata hanya boleh keluar satu minggu satu kali. namun itu akan dialaminya mau ataupun tidak.

Setelah selesai segala administrasi Amin, bang Bahrun dengan ditemani ust.Mutho’I pergi kekota Bangil guna mengambil pakaian serta kelengkapan lain dipenginapan. sesampai dipenginapan Amin merapihkan semua pakaian yang akan dibawa keasrama. setelah semua rapih.bang Bahrun berpesan  “Min kamu satu-satunya harapan bakmu sebelum beliau meninggal untuk masuk kepesantren…”, “insyallah bang saya akan mengingat terus pesan bak itu…” salam sama emak dirumah jangan sedih doakan saya agar bisa belajar dipesantren dengan baik, sambil mencium tangan abangnya dan usapan lembut tangan bang Bahrun Amin berpamitan karena harus segera kepesantren, lambaian tangan bang Bahrun terasa begitu menyedihkan karena Amin baru menyadari kalau dia sekarang benar-benar sendiri tidak ada satupun saudra yang berada disekitarnya.                     

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *