Asa Hilang Mimpi Terbuang 6……
SEKOLAH DIRANTAU
Pagi itu para siswa khusuk mendengar arahan kepala seklah dilapangan karena itu adalah upacara terakhir menjelang libur panjang kenaikan kelas dan kelulusan bagi siswa yang duduk dikelas tiga, “wa alaikum salam …”suara siswa menjawab salam dari kepala sekolah menutup sambutan sekaligus menutup upacara pada pagi itu masing-masing siswa memasuki kelas mereka masing-masing setelah para siswa duduk rapih dimeja masing-masing pembagian rapor mulai dilakukan oleh wali kelas dan nampaklah rasa gembira dan senang dari setiap siswa yang mendapatkan hasil yang baik, hasil jerih payah mereka dalam menuntut ilmu selama satu tahun pertama, Amin juga cukup bergembira karena dia mendapat nilai yang sangat baik.
Sebelum ia pulang dari sekolah ia menemui beberapa teman dekatnya dan mengutarakan prihal kelanjutan pendidikananya yang akan dilanjutkan disalah satu pesantren dijawa timur, bebrapa temannaya cukup kaget karena dia tidak pernah mengutarakan maksud kepindahannya sebelumnya. Namun itulah keputusan yang diambil keluarga besar ayahnya demi menjalankan amanat yang pernah disampaikan ayahnya sewaktu masih hidup bahwa kelak salah satu dari anaknya harus meneruskan pendidikan dipesantren.
Sebagaimana kebiasaan dari keluarga mereka bila hendak pergi jauh maka harus berziarah kemakam orang-orang terdekat khususnya kerabat yang masih ada pertalian darah, setelah selesai menunaikan ziarah dimakan buyutnya Amin ditemani ibunya berziarah dimakam sang ayah sebelum membuka lembaran kitab suci Al-qur’an air mata telah bercucuran teringat akan wajah sang ayah yang begitu dicintainya, lembaran demi lembaran dari surat Yasin telah selesai dibaca Amin dan ibunya hingga akhirnya mereka harus mengucapkan kata perpisahan kepada ayahnya yang telah satu tahun terbaring diharibaan Ilahi, tangis dan air mata masih menetes dipipi ibu dan anak yang masih termenung dihadapan makam orang yang mereka cintai.
Setelah selesai solat zuhur Amin dan abang tertuanya menaiki mobil yang hendak mengantarkan mereka kerumah saudara mereka yang akan mengantar ke pesantren dijawa timur, isak tangis sang ibu tak henti-hentinya mengiringi, Amin sendiri belum sadar kalua ia hemdak meninggalkan keluarganya begitu lama.
Dinginnya AC dibus malam mengiringi perjalanan Amin menuju Surabaya, untuk pertama kalinya ia bisa merasakan dinginnya AC, sepanjang jalan ia memperhatikan pemandangan yang silih berganti, hamparan sawah, kebun jagung yang diawasi petani, hingga matahari yang menjelang tenggelam dengan mega merahnya yang begitu indah. Begitu asri nan hijau alam Indonesia, tampak rombongan petani diselingi hewan ternak yang pulang menuju kandangnya dengan diawasi anak gembala dengan baju yang mulai nampak lusuh, jalur kereta terbentang memanjang mengiring laju bis kami yang berjalan begitu cepat.
Pandangan mata yang kosong kearah gunung diseberang jalan mengingatkan ia akan adik dan ibunya dirumah, sedang apa mereka saat ini? pikirnya, masih teringat ia akan kenakalan ifan adiknya yang tak pernah mau mengalah, kegembiraan mereka saat bermain dihalaman belakang rumah, saat memasukkan ayam kedalam kandang kala sore hari, kenangan itu masih terlintas dibenaknya sepanjang perjalanan menuju sekolah baru yang akan dituju.
Jam sembilan pagi bus memasuki terminal Wonokromo di Surabaya yang mulai terasa panas, hiruk pikuk terminal menambah kebisingan ditelinga, dengan diselingi asap knalpot bus yang begitu padat, “hayo Probolinggo-Probolingo….” terik kru bis coba menarik penumpang agar segera memenuhi bisnya. “Mas bus menuju arah bangil mana ya?” tanya bang Bahrun -kaka sepupu amin- “Ooo iki mas bus iki lewat Bangil Naik aye…” ujar sang kenek…, dengan tanpa ragu kamipun menaiki mobil bus menuju kota Bangil tempat tujuan kami. Sepanjang jalan Amin melihat banyak sekali pohon tebu tapi berbeda dengan tebu yang biasa dilihatnya dikampungnya yang nampak lebih besar dibanding yang ada disepanjang jalan menuju Bangil, “….Sidoarjo-Sidoarja..” teriak kru bus mengingatkan penumpang yang hendak menagakhiri perjalanannya, bus pun berhenti sejenak menurunkan penumpang kemudian melanjutkan perjalanan lagi, sekitar satu jam perjalanan merekapun tiba dikota Bangil, setelah turun dari bus mereka menumpang becak menuju penginapan untuk beristirahat “Losmen Sampean” nama penginapan tempat mereka beristirahat, sambil melepas bajunya yang sudah nampak lusuh Amin bergegas menuju kamar mandi. setelah dirasa segar dan berganti pakaian Amin pun keluar penginapan dan berjalan-jalan mmelihat-lihat suasana yang begitu asing baginya, dilihat lalu lalang orang di jalan raya dan banyak etnis yang beragam yang ia lihat dan sangat jauh berbeda dari yang selama ini ia hadapi di kampungnya, nampak orang-orang berlalu lalang dengan menggunakan sepeda sambil mengenakan
