Asa Hilang Mimpi yang Terbuang 21
“Biasanya kalau ada suara orang yang ngorok gitu nyamuk tidak berani mendekat lho Nun!, ” Tambah Amin
Husnun hanya tersenyum sambil mengikuti langkah dua orang sahabatnya itu. Hingga mereka bertiga sampai diarea parkir mobil, Amin tidur dibagian depan sementara Husnun ditengah, Zein memilih tidur dibelakang, mobil Mitsubishi L 300 itu terasa sedikit lebih nyaman dibanding harus tidur berdesak-desakkan dengan teman-temanya ditenda, belum lagi alunan suara ngorok yang saling bersahut-sahutan bisa menggangu rencana mimpi indah ditengah hutan malam itu.
“Zein …! Baca do’a yanga panjang po’oo…? ” Pinta Husnun
“Sudah panjang do’a ku Nun!, sepanjang selimut yang saya bawa ini!..” Jawab Zein
“Zein..! ada do’a yang bisa mimpi ketemu artis nggak? ” Tanya Amin
“Wah kalau itu Tanya sama Bustomi Min,…” Jawab Zein..
“Kok…Tanya sama Bustomi Zein? ” Tanya Husnun,
“Lha Bustomi itu kan orang paling ikhlas dikelas kita,” Timpal Zein
“Do’a nya orang yang seperti itu biasanya tanpa hijab lho rek…! ” Tambah Zein lagi
Amin tertawa sambil berujar ” Bustomi itu orang paling santai dikelas ya?
“…. lihat saja jalanya? ..Pelan gitu!…kayak onta dipadang pasir ” Ujar Husnun.
“Tapi ngomong-ngomong perutku lapar lagi….” Ucap Zein sambil duduk dijok mobil.
” Tadi ana dapat nasi hanya sedikit karena terlambat…” tambah Zein
“Kita jalan kebawah yuk?…” ajak Amin
“Ngapain Min ? ” Tanya Husnun
“Dibawah kan banyak warung yang buka sampai dua puluh empat jam..” Jelas Amin
“Boleh juga itu…..” Tambah Husnun, ” Bagaimana Zein?
“Hayo rek sopo sing wedi…? ” Jawab Zein sambil membuka pintu mobil,
“Itu warung jualan makanan betul apa warung Plus-plus Min? ” Tanya Husnun
“Ya… kita cari Nun…warung yang ada tulisan ” WARUNG SANTRI “, ngono kok susah? Sekarang ini yang penting perut bisa terisi! dan nggak bunyi-bunyi terus !.
” Zein ini lho Min! ada –ada saja kok ditempat begini ada warung santri? Ya anggap saja kayak kantin kita yang pak Mat dan Mansyur jaga Nun! ” Jawab Amin sambil tersenyum. Karena asyik ngobrol dijalan yang memang gelap, tanpa disadari ternyata ada lubang kecil yang berisi air terinjak oleh kaki Zein yang hanya menggunakan sandal jepit, ” waduh rek….kaki ku basah masuk lubang…” teriak Zein, Amin dan Husnun yang berada disamping kiri dan kanan Zein tertawa terbahak-tabahak melihat temannya itu, “makanya Zein.. liat jalan jangan liat perut..” Gurau Husnun.
“Iyo Zein jangan buru-buru!” sambung Amin
“Walah …ya opo iki Min? basah juga ujung celanaku, ” Terang Zein
“Nggak po-po..Zein ! nanti juga kering sendiri ,” tambah Husnun
“Itu lho…sudah kelihatan lampu warungnya,..” Jelas Amin
“Buka apa Nggak? Itu yang palaing penting Min! sambung Zein
“Sabar Zein…! Jangan esmosi begitu…” Ujar Husnun
“Masalahnya jalan sudah jauh? Masuk lubang lagi? Kalau tutup kan soro Nun..?”
“Ah.. itu masih ada pembeli yang keluar masuk Zein…”
“Tapi kok banyak harim Min?” Tanya Husnun
“Itu bonusnya mungkin Nun? ” Ucap Zein sambil tertawa
“Ah…. sudah kita liat-liat dulu! kan itu banyak warung…” Tambah Amin
“Cari sate saja Min..! ” Pinta Husnun
“Iya cocok itu supaya anget dibadan..” Balas Zein..
“Itu ada warung sate Nun…” Tunjuk Amin..
“Hayo Lansung Masuk aja…” Ujar Zein penuh semangat
“Hey..hey..hey sebentar…! ” Cegah Husnun
“Kenapa Nun? ” Tanya Amin
“Itu liat tulisannya..! ” TERSEDIA SATE KELINCI “
“Wa….lah kok kelinci disate..? ” Seloroh Zein
“Kita cari lagi yang diujung sana ..” ujar Amin sambil menunjuk warung diujung tanah lapang sebelah kiri
“Semoga disana ada sate kuda ” ucap Zein sambil menahan rasa jengkel
“Kalau makan sate kuda nanti tendanganmu tinggi dan lari mu kencang Zein…” Ujar Amin sambil tertawa .
Tak lama kemudian mereka sudah sampai dipintu warung yang terletak dipaling ujung dari sekian banyak deretan warung yang ada di tanah yang cukup luas itu.
“Bu’…Satenya masih ada? ” Tanya Amin perlahan
“Masih ada Mas….monggo masuk …” jawab ibu dengan ramah
“Saya satenya sepuluh bu’…” ujar Zein
“Kalau saya sop kambing ya..bu’.. ” pesan Amin
“Saya sop juga bu’……. ” kata Husnun
“Monggo ditunggu ya nak….” jawab ibu pedagang dengan lembut
“Tanpa basa-basi lagi sate yang ada didepan lansung disantap Zein dengan lahap, sementara Amin dan Husnun asyik menghirup sop kambing yang masih panas.
“Bu’…tambah nasinya “..ujar Zein dengan mulut yang masih penuh nasi bercampur sate, “sabar Zein..” ujar Amin.
“Lapar sekali ana Min, jadi tidak ada toleransi lagi, yang ada harus segera dinikmati! ” kata Zein, Amin senyum-senyum saja melihat ulah sahabatnya itu yang memang dalam kondisi lapar sebagimana yang ia dan Husnun juga rasakan.
“Bu’… Nasinya tambah lagi ya? ” pinta Amin .
“Mas ini..?… nambah juga nggak? Tanya ibu pedagang yang sudah cukup tua, namun masih berjualan ditengah malam, dimana wanita seusianya sudah harus beristirahat.
“Iya… bu’!.. nambah juga ” jawab Husnun,
“Lho…ente lapar juga to..Nun?…” gurau Zein pada sahabatnya itu
“Sebenarnya ndak Zen…., tapi ana nemeni ente! Kalau ana sudah… terus ente belum? kan nggak sopan he.he.he..” ucap Husnun sambil tertawa.
Setelah menyelesaikan makan mereka bertiga duduk santai sambil minum segelas teh hangat yang sudah mulai dingin, pandangan mata Amin menerawang kearah luar warung, dilihatnya canda tawa para pembeli diwarung sebelah mereka, terlintas dipikirannya betapa sulitnya mencari napkah bagi orang-orang yang sudah lanjut usia seperti pemilik warung makan disekitar perkemahan, sementara disekitarnya terhampar lahan yang begitu subur nan luas, tapi lahan itu sudah dibeli orang-orang kaya dari kota sementara mereka tersingkir dari tanah mereka sendiri. Setelah membayar makanan Mereka bertiga kembali kemobil untuk melanjutkan tidur.
“Jam berapa Min? ” tanya Husnun
“Setengah dua, kenapa Nun ? mau sholat tahajjud? ” jawab Amin sambil bertanya
“Lhoooo…berarti kita tadi makan sahur dong!…” Celetuk Zein
“Yo..nggak Cuma ana pengen tau aja Min! ” Jawab Husnun
“Apa masih bisa tidur di udara sedingin ini Min?”
Entah lah…Biasany kalau perut kenyang bawaannya mau tidur , tapi ini kok malah nggak? ” Jawab Amin
“Ya..kalau tidak bisa tidur kita ngamen aja!.. lumayan buat nambah pendapatan untuk beli sate lagi besok….he.he.he. ” seloroh Zein dengan santainya
Sesampai didekat mobil Amin mengarahkan pandanganya kedalam mobil, dan dilihatnya didalm mobil ternyata sudah penuh dengan orang yang sudah terlebih dahulu tidur. “Kenapa Min?” tanya Zein, “sudah penuh Zein..! lho siapa yang tidur? Nggak tahu karena mukanya ditutupi pakai sarung ama selimut”.
“Jadi kita tidur dimana ? ” Tanya Husnun dengan wajah sedikit bingung
“Kita kembali ke tempat api unggun dinyalakan tadi saja!..” Ujar Zein
“Oke…, kita jalan ” jawab Amin
Mereka kembali berjalan menaiki bukit kecil dimana kemah mereka ditegakkan, sesampai diatas, Zein berkata: “wah lapar lagi kalau begini caranya?”.
“Kenapa Zein? ” Tanya Amin
“Yah…naik gunung begini? kan banyak mengeluarkan energi Min?
“Nggak apa-apa Zein, hitung-hitung menghilangkan kolestrol dibadan ente..” tambah Husnun dengan napas dan suara ngos-ngosan.
Setelah mendekati tenda Amin melihat ada orang yang sedang duduk dihadapan api unggun yang sudah mulai mengecil, mereka pun mendekat, tiba-tiba terdengar suara,: darimana saja kok baru keliatan? Apa tidur dimobil? Amin memperhatikan lebih dekat ternyata suara itu adalah suara Alwie, “Tadinya tidur dimobil, waktu kita tinggal sebentar sudah diisi orang lain, ya..sudah kita kesini..” jawab Amin.
“Memang ente tinggal kemana?” Tanya Alwie
“Cari makan wie! wong kita kelaparan..” jawab Zein
“Memangnya ada warung yang jualan tengah malam begini?
“Ada wie…, dibawah sana, warung sate sama sop kambing, ” Jelas Amin
“Wah kok tidak ngajak-ngajak…? Saya dari tadi mau cari makan tapi dimana?… gerutu Alwie. “Wah bagaimana to wie ente ini? Bukannya tadi ente yang bagian dapur? “Iya saya bagian dapur!, tapi saya kan Cuma bagian bikin sambal Zein!
Husnun dan Amin tertawa mendengar ungkapan Alwie, “tapi kalau ente mau makan nanti kita temani wie ..” Hibur Amin pada Alwie
“Iya wie…hitung-hitung ente makan sahur, ” tambah Zein
“Lho memangnya sudah jam berapa sekarang?, sudah jam dua! ” jawab Amin
“Bagaimana masih mau ke warung? ” Tanya Zein pada Alwie
“Sudah nanti saja, ” jawab Alwie sambil tersenyum
“Nun tolong ambilkan kayu…” Pinta Amin
“Iya betul!… kita nyalakan lagi saja api unggunnya, ” Ucap Zein
Mereka pun sibuk menyalakan kembali api unggun sebagi penerang dan juga untuk menghangatkan tubuh mereka dari dinginya udara malam serta embun yang mulai berjatuhan. “Hayo Zein nyanyi lagi! ” Pinta Husnun
Zein hanya tersenyum sambil membetulkan susunan kayu bakar yang ada didepannya agar apinya cepat menyala.
Bersambung…..

