Asa Hilang Mimpi yang terbuang….12
Sepatu yang kemarin dipakainya kekebun binatang diusap Amin dengan lap dari sisa kain yang ditemukannaya dari balik lemari salah seorang temanya, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar,…masuk..ujar Amin setengah berteriak tiba-tiba nongol Anwar, “lho kenapa belum siap-siap War? ujar Amin sambil terbingung-bingung melihat temannya itu belum mandi apalagi ganti baju….? ada shampoo?… balik Anwar bertanya, “ada… ” jawab Amin itu diatas lemari ….cepat mandinya War …tegur Amin..”beresss…..tunggu aja sebentar nanti saya datang…..eeh jangan lupa bawa celana renang ya…..buat persiapan…”.kata Anwar sambil nyelonong berjalan keluar kamar.
Sepoi-sepoi angin menghembus dari balik kaca candela bus yang meluncur tidak terlalu kencang menuju Malang. Amin tertidur pulas disebelah Anwar sahabatnya sementara karibnya itu sibuk memandangi pemandangan sepanjang jalan yang mereka lalui melalui kaca jendela bus yang merek tumpangi.
Min bangun sudah sampai terminal bisik Anwar…,Amin pun terbangun dari tidurnya sambil sedikit menyeka keringat didahinya karena bus yang mereka tumpangi tidak memakai pendingin udara.
Setelah membeli karcis diloket Amin dan Anwar pun bejalan menyusiri pemandangn yang begitu indah walaupun sebenarnya banyak yang dibuat oleh tangan-tangan terampil manusia namun cukup indah untuk dinikmati disekeliling jalan banyak sekali bunga-bunga indah yang juga dijual untuk para pengunjung warna–warni menambah indahnya area wisata yang juga banyak dikelilingi oleh kebun apel yang dikelola para petani sekitar, udara yang sejuk memang sangat tepat untuk perkebunan apel dan sentra tanaman hias sehingga menjadi daya tarik wisatawan yang datang berkunjung kedaerah kota wisata batu yang teletak di kota Malang tersebut. Setelah dirasa cukup mengelilingi dan menikmati kawasan wisata Amin dan Anwar beranjak pergi ke Sengkaling.
Sesampai di Sengkaling Amin dan Anwar lansung menuju tempat pemandian karena mereka memang sangat berminat berenang untuk mengingatkan mereka akan kampung halaman mereka yang memang alam sudah menyiapkan untuk penduduk, lubuk yang dalam dengan air yang mengalir cukup deras sehingga masyarakat bisa berenang dengan sepuas-puasnya tanpa harus dipungut biaya sebagaimana yang sedang mereka alami. Ditengah asyiknya berenang dan bermain Amin teringat akan kampung halamannya yang asri hijau dan indah dengan hamparan sawah dan gunung yang menjulang tampak kokoh memagari alam dengan air yang mengalir jernih sebuah karunia agung sang pencipta Allah azza wajalla.
Setelah puas menikmati dinginnya air kolam renang sengkaling, Amin dan sahabatnya Anwar beranjak pulang menuju pesantren. Sepanjang perjalanan didalam bus menuju Pandaan Amin dan Anwar sibuk ngobrol tentang apa yang mereka nikmati ditempat hiburan tadi siang, ” dikampung saya air besar dari anak sungai batanghari mengalir dengan deras dan jernih kalau dibandingkan dengan tempat yang tadi kita kunjungi tidak kalah Min..,” kata anwar tapi karena tidak ada yang mau mengelola jadi terbengkalai begitu saja.di Sumatra sana pada hakekatnya banyak objek yang masih begitu alami yang kalau digarap secara serius bisa menjadi tempat hiburan yang menarik juga bahkan bisa menjadi lebih baik dari apa yang tadi kita kunjungi…” ujar Amin.
Amin dan Anwar terduduk dilantai kamar tampak kelelahan menghinggapi dua sahabat itu ketika mereka kembali diasrama, sambil membuka bungkus yang berisi buah apel yang mereka beli di kawasn wisata Batu, Amin memakan dengan santai sambil menjulurkan kakinya yang dirasakan pegal, sementara Anwar membuka bajunya karena dirasakan panas menghinggap.
Setelah merapihkan semua yang berserakan dikamar Amin berbaring diranjang sambil berkata .”War saya tidur duluan ya..” Ya silahkan saya juga mau tidur tapi mau kekamar mandi dahulu.
Masa libur yang selesai membuat aktivitas pesantren kembali normal seperti biasa dengan hiruk pikuk santri memperdalam ilmu agama, mempelajari ilmu nahwu, shorof, bahasa arab, hadits dan disiplinilmu agama yang lain.
Rutinitas santri bangun jam setengah empat subuh, pergi kesekolah pada jam tujuh pagi, makan siang bersama hingga berkumpul dimasjid pada jam setengah enam sore adalah satu kesatuan yang memang menjadi rutinitas santri yang ditanamkan oleh Pembina pesantren Al Habib Husin bin Abu Bakar Alhabsyi sosok yang penuh wibawa dan tegas namun penuh dengan belas kasih layaknya sebagai orang tua bagi para para santri. Sosok yang sudah kenyang dengan makan asam garam dunia poltik, beliau pernah menjadi anggota konstituante disaat Masyumi berhasil memenangkan pemilu dan beliau sempat memegang jabatan penting dalam organisasi Masyumi bersama Muhammad Natsir pendiri dan tokoh Masyumi, beliau saling bahu membahu dalam membesarkan partai Masyumi saat itu.
Sebagai seorang pejuang yang juga politikus beliau beberapa kali merasakan dinginnya penjara karena tuduhan yang tidak beralasan di era orde baru berkuasa, namun karena beliau sudah berjanji sewaktu beliau sakit, bila kelak sembuh beliau akan mencurahkan seluruh sisa hidupnya untuk berda’wah, dengan semangat dan seluruh kemampuananya beliau mendirikan pesantren dan mengisi ceramah dari masjid kemasjid dari tempat pengajian satu ketempat pengajian yang lain hingga hampir seluruh hidupnya hanya untuk berda’wah dan beribadah pada Allah.
Amin teringat pada salah satu nasehat beliau kala memberikan wejangan setelah selesai menunaikan sholat jum’at, beliau mengatakan : “Bila kalian tidak menabung amal sejak dini apa yng akan kalian bawa ketika mengahadp Allah swt kelak?…, Bila telintas dibenak kalian ingin menjadi pengusaha atau yang lainnya dan bukan untuk menjadi seorang yang berda’wah berarti kalian sudah salah memasuki pesantren ini…? Saya ingin kalian semua santriku keluar dari sini berda’wah atau mengajar dan kalau itu saya dengar …demi Allah saya akan sangat bahagia, lebih bahagia dari seorang pengusaha yang mendapatkan harta , ” tegasnya.
Itu lah harapan dan cita-citra beliau kepada para santrinya yang selalu beliau sampaikan disetiap kesempatan ditengah kesibukan beliau berda’wah dan menepis isu-isu miring yang selalu menerpa pesantren dan pribadi beliau yang begitu sering datang. Bila teringat akan guru yang begitu dihormati dan dikaguminya itu Amin selalu berangan-angan bisa mengikuti jejak beliau walau mungkin hanya sedikit dari begitu besar perjuangan yang telah beliau lakukan untuk ummat islam diindonesia khususnya.
Bersambung…

