Fashion

ASA HILANG MIMPI TERBUANG 7….

sarung dan kopiah putih dengan wajah dipenuhi janggut dan kumis tebal dan hidung yang mancung, wanita pun  belalu lalang dengan busana muslim yang begitu rapat menutupi sekujur tubuh mereka, terasa sangat asing buatnya yang selama ini melihat wajah sebagaimana dirinya, diperhatikannya setiap orang yang lewat dijalan begitu unik bahasa yang mereka pergunkan, tak lama kemudian terdengar suara panggilan dari arah penginapan Amin pun menoleh kebelakang ternyata abangnya yang memanggil, “kita makan dulu min..” ajak nya dengan perasaan senang Amin pun  mengiyakan, lalu meraka berdua menyusuri jalan mencari rumah makan hingga sampailah mereka di rumah makan yang bernama “RM Berkat” merek pun mulai memesan makanan Amin bertanya “ini makanan apa ya bu…? rawon mas… “mau…? Balik bertanya si ibu,  “Iya boleh bu….” ketika dihidangkan Amin kaget karena melihat ternyata hitam kecoklatan namun karena perut sudah mulai terasa lapar dilahapnya juga hidangan yang ada dihadapannaya.

Setelah selesai makan  mereka kembali kepenginapan dilihatnya sepanjang jalan banyak terlihat spanduk yang bertluliskan “DISINI MENJUAL KUPON SDSB/PORKAS”, Amin bertanya-tanya dalam hati, sepertinya tadi ia banyak melihat orang yang berlalu lalang dengan pakaian yang islami tapi kenapa banyak sekali agen penjualan undian berhadiah yang dibungkus untuk meninggkatkan perkembangan olah raga? ternyata penjualan undian itu telah merasuk kehampir semua sudut kota dan desa diseluruh negri ini gumam Amin, bagaimana mungkin tempat yang saat ia hendak pergi dikatakan oleh Uwaknya sebagai kota santri dan banyak dihuni para Haba’ib ternyata bisa juga ditembus oleh perjudiaan yang begitu merusak tatanan kehidupan masyarakat kecil khusunya karena seperti yang pernah dibaca Amin  disalah satu surat kabar nasional ada seorang tukang becak tega membakar istrinya karena kupon undiannya hancur terendam air ketika hendak dicuci dan nomor yang telah dibeli tersebut ternyata muncul dalam pengumuman, betapa judi telah membutakan orang sehingga menghancurkan masa depan keluarga seerta orang-orang disekitarnya. tapi itulah bila pemerintah tak berpihak pada rakyat, sudah seharusnya perluasan lapangan pekerjaan  yang jadi prioritas serta pendidikan olah raga sejak dini  sehingga menghasilkan atlet-atlet olah raga yang potensial bukan dengan mengambil atlet secara instant. tanpa teras Amin sudah sampai dipenginapan tapi ia tidak lansung masuk kekamar melainkan ia duduk diteras penginapan sambil sesekali memperhatikan kendaran yang berlalu lalang ditengah teriknya matahari menjelang Dzuhur, memang terasa panas sekali kota Bangil karena secara geografis memang tak terlalu jauh dari laut. sesekali Amin memeperhatikan dialeg orang-orang yang berada disekitarnya bahasa jawa yang mereka pergunakan sangat berbeda dengan yang biasa ia dengar dari embok ayuk penjual sayur keliling dikampungnya, logat nya begitu unik dan sangat pamiliar dan terasa lepas tidak mengada-ada.

Pengeras suara dimasjid mulai bersahut-sahutan dengan lantunan ayat –ayat suci kala senja menjelang, nampak lalu lalang sepeda mulai padat diantara motor dan mobil yang lewat, Amin pun memeperhatikan dengan seksama begitu banyak orang yang lewat dengan menggunakan sarung yang takkan pernah iya jumpai dipasar dikampungnya namun berbeda dengan dilingkunagna kota Bangil yang masih sangat terasa keislamannya yang mungkin karena banyaknya etnis arab yang tinggal dan beranak keturunan sejak zaman dahulu sebelum penjajah datang.

Kerlap-kerlip lampu mulai bersinar ditepi jalan dan toko-toko yang mulai beraktivitas ternyata aktivitas pasar justru bertambah ramai dikala malam hari berbeda dengan siang hari yang nampak sepi. Rasa kantuk mulai menghinggapi Amin sehingga ia memutuskan untuk tidur karena esok ia harus kepesantren tempatnya menuntut ilmu yang baru.

            Pagi itu sinar matahari terasa hangat mengiring perjalanan Amin menuju desa Beji yang ditempuh lima belas menit dengan kendaraan umum dari kota Bangil sepanjang jalan menuju Beji banyak terhampar persawahan yang begitu luas dan sesedikit diselingi kebun  tebu menambah indah alam ciptaan Allah jalan pun naik turun namun cukup nyaman, nampak dikejauhan bangunan putih yang begitu luas dan besar dengan pagar keliling yang begitu menjulang bang Bahrun pun bertanya “bangunan apa itu min? sambil terdiam Amin hanya memeperhatikan saja, tiba-tiba sopir menghentikan laju  mobil tepat didepan gerbang yang didua buah pintunya tertulis “YAPI” dan dua orang berpakaian gamis dan jubah yang juga bersama kami didalam mobil ternyata adalah guru yang mengajar di tempat itu, saat memasuki gerbang Amin terperangah memandang bangunan masjid yang begitu kokoh dan megah walaupun masih belum memiliki menara sebagaimana umumnya masjid disebagaian besar di Indonesia namun tetap menampakkan arsitektur yang mewah dan kokoh, “begitu luas area pendidikan ini ….” gumam Amin sambil terkagum-kagum. Lahan seluas kurang lebih dua hektar  dengan pasilitas yang begitu lengkap disamping masjid nampak lapangna basket, lapangan sepakbola kecil yang saat ini umum disebut arena futsal terhampar dibelakang masjid, lapangan badminton berada diantara bangunan asrama dan sekolah menambah lengkap sarana olah raga disamping lapangan bola voli yang berdampingan dangan lapangan sepak bola, dua bangunan asrama berlantai  dua  dengan kapasitas sekitar seratus kamar berbagai ukuran nampak megah bersebelahan dengan ruang kelas yang membentuk hurup U lengkap dengan Laboratorium bahasa dan kimia, namun yang membuat Amin bertanya-tanya adalah pagar yang mengelilingi seluruh area komplek lembaga pendidikan itu yang kurang lebih setinggi empat meter dengan kawat duri yang terpasang disepanjang pagar dengan diselingi lampu yang berjarak setiap dua puluh meter dengan doble  nion yang memancarkan sinar yang cukup terang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *